Langkah-langkah kecil ditengah hujan
rintik-rintik malam itu masih dijalani seorang wanita setengah baya itu.
Kelelahan mungkin sedang dirasakannya, “pekerjaan” yang menguras waktu,
menguras tenaga, mungkin juga sangat menguras pikiran.
***
Seorang wanita yang lahir dari keluarga yang
berada, berpendidikan, dan terpandang. Dunia menjadi satu-satunya tempat
berpijak, tak ada tujuan lain selain itu. Hanya dunia saja. Dia anak
satu-satunya, sejak kecil dia dirawat oleh dua orang perawat anak. Segala
kebutuhan hidup terpenuhi, materi, pendidikan, segala macam. Hanya satu yang
dia tak dapat. Kasih sayang orangtua yang dua-duanya hanya mementingkan karier
semata.
Wanita itu tumbuh menjadi gadis dewasa, tetap dia
tak menemukan jatidirinya, tak menemukan apa yang dia butuhkan. Orangtua tak
pernah berubah sedikitpun, baginya uang sudah cukup menggantikan kasih sayang
untuk anaknya. Karena hal tersebut akhirnya dia mencari kasih sayang ditempat
lain. Mencari seseorang yang bisa membahagiakannya walaupun dia tak tahu apa
arti ‘kasih sayang’ itu sebenarnya.
***
Pergaulan yang salah, tidak adanya aturan hidup,
apalagi tuntunan agama, mengenal sholatpun tidak. Bahkan mungkin dia tak pernah
tahu agama apa yang dia anut. Cukup miris memang, namun itulah kenyataan
hidupnya. Yang dia kenal hanya obat-obat terlarang yang bisa menenangkannya,
walau hanya sementara. Pergaulan dengan setiap laki-laki, gonta ganti pasangan
menjadi hal lumrah baginya. Tak ada yang salah fikirnya. Sampai suatu hari
diapun harus menanggung beban atas perbuatannya. Seks bebas membuatnya hamil
diluar pernikahan. Kecewa???tidak….tak pernah dia merasakan itu, hampir dia tak
peduli dengan hidupnya sendiri. Mungkin jika kematian pun menjemput dia saat
itu, dia tak akan pernah menolaknya.
Tercoreng…menurunkan harga diri, itu yang ada
dibenak orangtuanya ketika tahu anaknya harus mengandung tanpa ayah. Satu hal
yang sebenarnya harus mereka analisis, apa itu harga diri, apa itu kehormatan.
Bukan anaknya yang sebenarnya menurunkan harga diri, namun perbuatan dia
sendiri.
Karena rasa malu, karena rasa takut kehilangan
kehormatan, wanita itu akhirnya diusir dari rumahnya. Terlunta-lunta, entah
harus kemana dia pergi. Namun tidak pernah ada rasa penyesalan dihatinya.
Ditengah-tengah kebingungan itu, datanglah seorang nenek tua menghampirinya.
Dia bertanya, apa yang terjadi. Diceritakanlah semua pengalaman hidupnya,
sampai akhirnya dia harus mengandung benih laki-laki yang tidak
bertanggungjawab. Entah siapa itu, terlalu banyak yang harus bertanggungjawab.
Akhirnya si nenek tua itu mengajaknya tinggal bersamanya. Rumah kecil dengan
pekarangan yang tidak terlalu luas. Nenek penjual gorengan, walapun kondisi
badannya sudah tak memadai, namun tak ada lagi yang harus dia lakukan untuk
mempertahankan sisa hidupnya. Seorang tua renta yang kini menjadi orangtuanya,
nenek yang tulus menjaganya, walaupun tak ada hubungan darah sedikitpun
dengannya.
Bulan berganti, tak terasa kandungannya sudah
menginjak umur 8 bulan. Satu bulan lagi dia akan menjadi seorang ibu, sekaligus
seorang ayah. Namun di saat itu, nenek tua yang selama ini merawatnya harus
dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Baru kali ini mungkin dia merasakan apa itu
kesedihan, kehilangan, ketakutan. Kesedihan kehilangan orang yang mencintainya
selama ini, dan ketakutan apa dia bisa menjalani hidup tanpanya. Namun inilah
kehendak-NYA.
Tak terasa, si bayi mungilpun lahir ke dunia.
Seorang laki-laki. Kebahagiaan terpancar dari wajah wanita itu. Berharap,
anaknya akan menjadi anak yang berguna bagi orang lain. Berjuta harapan dia
ungkapkan untuk anaknya.
Untuk menghidupi anaknya dia meneruskan
usaha si nenek, namun lagi-lagi setan menggodanya dengan
rayuan-rayuannya. Siang itu datang seorang tetangga, kira-kira 500 meter dr
rumahnya. Dengan gaya bahasa diplomatisnya, dengan raut wajah yang meyakinkan,
dengan sedikit rayuan, dia menawarkan sebuah pekerjaan. Tak perlu keterampilan,
tak perlu pendidikan tinggi, tak perlu keluar uang untuk sogokan. Pekerjaan
ringan namun menghasilkan uang banyak.
Siapa yang tak tergiur dengan pekerjaan seperti
itu, semua orang normal pasti ingin mempunyai pekerjaan seperti itu. Akhirnya
diapun menerima ajakan tetangganya itu.
Malam itu, menjadi hari pertama dia bekerja,
pekerjaaan yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya, namun memang dunia
seperti itu pernah dia rasakan. Menjadi seorang wanita malam, menjajakan diri
untuk setiap laki-laki tak tahu diri, menjual kehormatan yang selama ini
diperTuhan oleh orangtua yang sudah mengusirnya. Pekerjaan yang harus dijalani,
bukan tak ada pilihan lain, namun penghasilan yang menggiurkan yang membuatnya
berfikir tak ada pilihan lain.
Anak laki-laki itu, tumbuh menjadi anak yang
baik. Kehidupan yang dia jalani sama dengan anak-anak yang lain pada umumnya,
perbedaannya dia harus menanggung beban cemoohan masyarakat sekitar menyebut
dirinya sebagai anak tak punya ayah, anak seorang wanita malam. Anak laki-laki
yang baru berumur enam tahun itu, belum mengerti apa yang dikatakan orang. Dia
hanya tahu rutinitas sehari-hari yang dia lakukan, pagi harus berangkat sekolah
dan sore hari harus belajar mengaji. Hanya itu yang dia tahu.
***
Suatu malam si anak meminta ibunya untuk
menemaninya tidur. Dengan penuh kasih sayang ibunya memenuhinya. Dia ingin
menjadi orangtua yang baik, orangtua yang selalu ada untuk anaknya, orangtua
yang menyayangi anaknya bukan mementingkan kehormatan dan harga diri. Sambil
memandangi ibunya si anak bertanya “Bunda, tadi aku disebut anak seorang wanita
malam, emang bunda wanita malam yah??wanita malam itu apa bunda? Tanya si anak
dengan wajah lugu.
Wanita itu kebingungan, baru pertama kali anaknya
bertanya seperti itu. Namun dengan nada yang terbata-bata, wanita itu menjawab
“Kan bunda kerjanya malam hari, jadi ya disebut wanita malam”. Berbohong untuk
menutupi kebohongan yang lain. Namun sebuah kejujuran tidak mungkin dia katakan
pada anak sekecil itu. Tidaklah mungkin saat itu dia mengatakan bahwa inilah
ibumu Nak…seorang pelacur yang menjajakan tubuh dan kecantikan hanya untuk
mendapatkan uang.
“Oooh…begitu bunda, terus mereka juga mengatakan
kalau aku tak punya ayah, memang ayah kemana bunda” Tanya anaknya lagi.
“Ayah disurga Nak…”jawab Ibunya. Lagi-lagi
berbohong. Kemudian dengan wajah lugunya lagi dia bercerita.
“Bunda…tau ga…tadi ustad yang mengajar mengaji
berkata kalau kita banyak dosa, kita akan masuk neraka, tapi kalau kita banyak
mengingat Allah SWT maka kita akan masuk surga, berarti Ayah orang yang baik
yah Bunda.” Tanya anaknya lagi.
Termenung sejenak, tak bisa berkata-kata. Bukan
karena dia Tanya siapa ayahnya, bukan karena bertanya apa itu wanita malam.
Tapi kalimat itu yang selalu ada dibenaknya. Orang yang banyak dosa akan masuk
neraka. “Ya Allah….berapa banyak dosaku…sebanyak buih dilautankah???sebanyak
pasir dipantaikah???” bisik wanita itu. Astagfirullah. Baru kali ini dia
mengucapkan itu.
***
Keesokan harinya, tetangganya datang ke rumah,
dia bertanya kenapa hari ini tak beroperasi seperti biasa. Wanita itu hanya
menjawab, kalau dia lagi tak enak badan. Berfikir dan terus berfikir. Apa yang
dia cari selama ini. Hanya selembar demi selembar kertas. Dan apa yang dia
dapat dari semua itu??? Dosa besar.
Perkataan anaknya yang baru berumur enam tahun
itu, perkataan yang keluar dari mulut bocah yang tak mengerti apa-apa, bukan
perkataan dari seorang ulama, bukan perkataan dari seorang guru besar. Namun
entah kenapa membuat semua berubah total. Dia berniat untuk menghentikan semua
ini, semua kesalahan yang dia lakukan selama ini.
Hidayah itu datang melalui anaknya, anak yang tak
tahu siapa ayahnya. Anak yang orang bilang sebagai anak wanita malam. Suatu
hari, wanita itu bertanya kepada anak semata wayangnya.
“Nak….bunda boleh ikut mengaji”tanya wanita itu.
“Bunda, yang mengaji itu anak2 kecil lho…bunda kan sudah tua” kata anaknya.
“Ga papa, bunda hanya ingin bertemu ustadmu” kata
ibunya. “ya boleh, nanti aku bilang ke pak ustadnya yah bunda” jawab si anak.
|
ilustrasi admin |
|
ilustrasi admin |
***
Sore hari sekitar pukul 15.30, wanita itu pergi
bersama anaknya bertemu ustad ditempat pengajian anaknya. Dia banyak berdiskusi
tentang kesalahan2 yang sudah diperbuat selama ini. Apakah masih ada ampunan
dari Allah SWT untuknya. Ustad itu berkata “Allah SWT Maha Luas ampunannya,
belum terlambat selama nafas masih dirasakan. Berbuatlah kebaikan, hindarkan
diri dari larangan-NYA.” Kemudian wanita itu bertanya “Apakah Ustad mau
membimbingku”?. Kemudian Ustad itu menjawab “Tentu saja”.
Hampir setiap minggu wanita itu mendatangi Ustad
itu, untuk belajar, belajar apapun yang berhubungan dengan kebaikan termasuk
didalamnya belajar mengaji, belajar sholat. Penampilannya pun sudah berubah
total. Tak pernah dia lepas dari jilbabnya.
Waktu berlalu, berawal dari berdiskusi, belajar,
saling tukar pikiran, akhirnya timbul perasaan lain yang tidak wajar antara
mereka. Untuk menghindari zina, Pak ustad yang merupakan guru ngaji anaknya
bermaksud untuk melamar wanita itu. Tak peduli latar belakang wanita itu
seperti apa. Masa lalu adalah angin, hanya lewat. Patut diambil pelajaran dari
semua itu namun bukan untuk di hakimi.
Akhirnya pak Ustad pun melamar wanita itu. Lamaran
pun dilakukan didepan anaknya. Tanpa berfikir panjang, wanita itu menerima
lamarannya karena dia tahu anaknya pasti setuju. Beberapa minggu kedepan
pernikahanpun dilaksanakan. Pernikahan antara seorang ustad dan “mantan” wanita
malam. Mereka hidup bahagia yang Insya Allah didalam naungan dan ridho-NYA.
***
Kebahagiaan adalah milik siapapun, layak tidaknya
seseorang untuk orang lain, bukanlah manusia yang menilai. Yang pasti Allah SWT
pemilik keadilan yang sejati. Pasti ada hikmah disetiap kejadian. Pasti ada
pelajaran disetiap pengalaman.
Cerpen, coretan fitri, compasiana